Pembahasan
Berhasil tidaknya pembelajaran di SD, termasuk pembelajaran bahasa Indonesia ditentukan oleh beberapa faktor yang saling mengait dan saling menentukan. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain adalah guru, murid, kurikulum, bahan pembelajaran, metode, dan teknik pembelajaran. Tetapi yang perlu sekali mendapat perhatian adalah kurikulum yang di pakai, buku atau bahan ajar yang digunakan, dan guru yang melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Kurikulum dari masa ke masa mengalami perubahan dan pengembangan. Dengan perubahan dan pengembangan itu diharapkan pembelajaran bahasa Indonesia menuju ke arah yang lebih sempurna. Salah satu wujud perubahan kurikulum bahasa Indonesia terkait dengan masalah aspek kebahasaan. Memilih materi pembelajaran merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan guru dan perlu mendapatkan perhatian. Materi pembelajaran yang memiliki daya tarik bagi siswa akan menjadi motivasi tersendiri bagi kegiatan pembelajaran bagi siswa. Karena itu, materi pembelajaran hendaknya dipilih dari berbagai sumber akan menjadikan kegiatan pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar, secara umum masalah dimaksud meliputi cara penentuan jenis materi, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan, terhadap materi pembelajaran. Ada kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan. Buku pun tidak harus satu macam dan tidak harus sering berganti terjadi selama ini. Berbagai buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar.
Termasuk masalah yang sering dihadapkan guru berkenaan dengan bahan ajar adalah guru memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku sumber yang sering terjadi setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku.
Pertama, pembelajaran bahasa Indonesia harus diarahkan untuk lebih baik banyak memberikan porsi kepada pelatihan berbahasa nyata melalui ketrampilan yang produktif ( berbicara dan menulis ) dan juga yang reseptif ( menyimak dan membaca ) yang dimaksud kegiatan berbahasa secara nyata adalah bahasa yang dekat dengan lingkungan siswa. Hal ini bukan berarti bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa yang seenakanya tanpa mematuhi norma kebebasan situasi resmi atau tidak resmi. Dalam situasi resmi, bahasa normatiflah yang dituntut, yaitu bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa, sedangkan dalam situasi tidak resmi diperkenakan adanya pelanggaran terhadap kaidah bahasa tersebut.
Kedua, aspek kebahasaan (tata bahasa) diajarkan hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa. Jika bahasa siswa dalam situasi resmi menyalahi kaidah bahasa, guru barulah ”menyadarkan” siswa tentang kesalahan yang diperbuat dengan mengajarkan materi kebahasaan sesuai dengan kesalahan bahasa siswa. Dengan demikian, porsi pembelajaran kebahasaan tidak menjadi yang utama. Sebaliknya, jika bahasa siswa dalam situasi tidak resmi menyalahi kaidah bahasa, guru tidak perlu membahas materi kebahasaan tersebut. Jadi, materi kebahasaan diajarkan kepada siswa sesuai dengan jenis kesalahan bahasa yang diperbuat siswa terutama dalam penggambaran situasi berbahasa resmi. Dengan kata lain, aspek kebahasaan baru diperlukan untuk dibahas ketika guru menemukan kesalahan berbahasa pada siswa, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Meskipun komponen kebahasan menjadi dasar kegiatan berbahasa yang harus dikuasai siswa, hal itu bukan menjadi tujuan pembelajaran bahasa. Komponen-komponen kebahasaan tersebut menjadi sarana untuk memahami dan menggunakan bahasa bagi tujuan tertentu. Secara khusus, Prinsip-prinsip pembelajaran kebahasaan dapat diungkapkan sebagai berikut. Pertama, Pembelajaran komponen berbahasa merupakan pelatihan pemahaman dan penggunaan kata yang bermakana sesuai dengan keperluan komunikasi. Kedua, pembelajaran komponen kebahasaan terintegrasi ke dalam pembelajaran ketrampilan berbahasa. Dengan demikian, pembelajaran kemampuan berbahasa terfokus pada penggunaan bahasa secara fungsional dan bermakna sesuai dengan tujuan dan keperluan komunikasi. Ketiga, pembelajaran komponen kebahasaan tidak menganut tahap-tahap pembelajaran secara linguistis. Komponen fonologi tidak harus diajarkan lebih dahulu dibandingkan dengan komponen morfologi atau sintaksis. Pembelajaran sintaksis misalnya, harus berlangsung secara terpadu berdasarkan wacana yang kontekstual, fungsional, bermakna, dan bermanfaat bagi siswa maupun lingkungan.
Dengan demikian, materi kebahasaan selain tidak berstruktur juga tidak terbatas. Disini guru dituntut untuk menguasai dengan baik seluruh aspek kebahasaan dengan penguasaan itu, guru akan mampu mengidentifikasi kesalahan berbahasa yang terjadi pada siswa dan mengelompok-ngelompokkan kesalahan tersebut berdasarkan materi kebahasaan. Guru dituntut pula dapat mengurutkan materi kebahasaan sesuai dengan tingkat perkembangan atau kebutuhan siswa. Materi aspek kebahasaan yang harus disajikan bergantung pada keputusan guru secara profesionalisme. Komponen kebahasaan yang dipilih haruslah didasarkan pada prinsip keterpaduan dan kesinambungan antar komponen kebahasaan. Yang terkait dengan materi kebahasaan adalah pemilihan sampel-sampel bahasa dalam pembelajaran. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih sampel bahasa. Pertama, sampel bahasa haruslah berhubungan dengan proses belajar bahasa. Kedua, sampel bahasa haruslah sesuai dengan umur, jenjang pendidikan dan pengalaman siswa sebelum, saat ini , dan yang akan datang. Ketiga, sampel bahasa haruslah bersifat kontekstual, baik yang berhubungan dengan nilai historis, sosial, budaya maupun nilai-nilai kemanusiaan. Keempat, Sampel bahasa itu harus mendorong siswa untuk mencari sampel yang lain. Kelima, sampel bahasa dapat berupa naskah utuh, petikan bagian, atau adaptasi yang bersumber dari buku teks, dokumen resmi, karya sastra, pidato, berita koran, televisi, percakapan telepon, dialog siswa, laporan, dan sebagainya.
Problematika utama yang paling banyak ditemukan dalam pembelajaran aspek kebahasaan di sekoah SD adalah pembelajaran aspek kebahasaan cenderung disesuaikan dengan materi kebahasaan yang terdapat dalam buku pelajaran. Problematika utama ini muncul karena beberapa sebab, diantaranya adalah guru banyak yang melakukan pembelajaran hanya mengikuti bahan ajar yang tersedia bahkan tidak sedikit guru dalam proses pembelajaran aspek kebahasaan hanya mempergunakan satu jenis buku pelajaran. Hal itu disebabkan oleh keterbatasan guru itu sendiri atau guru itu menganggap bahwa bahan yang disediakan sesuai dengan prinsip-prinsip proses belajar mengajar dan cara belajar bahasa (Siahaan, 1987:1). Hampir dapat dipastikan bahwa semua guru di sekolah dalam pembelajaran aspek kebahasaan hanya memanfaatkan buku pelajaran yang sudah disediakan oleh para penerbit buku.
Jika buku pelajaran itu menyediakan materi kebahasaan yang sesuai dengan kurikulum, pembelajaran aspek kebahasaan masih dapat dikatakan agak memenuhi tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Akan tetapi, kenyataan menunjukan bahwa banyak buku pelajaran yang menyajiakn materi kebahasaan yang tidak sesuai dengan kurikulum. Hal ini menujukan bahwa materi kebahasaan yang disajikan dalam buku-buku pelajaran belum dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelajaran aspek kebahasaan yang hanya didasarkan pada buku pelajaran, apalagi hanya satu jenis buku pelajaran, yang disediakan penerbit dianggap masih jauh dari prinsip-prinsi pembelajaran kebahasaan. Hal ini dapat dimaklumi karena bahan pembelajaran itu umumnya ditulis berdasarkan selera atau intuisi penulis saja kemudian dikatakan bahwa bahan itu telah ditulis berdasarkan kurikulum yang berlaku. Selain itu, tidak sedikit buku pelajaran yang ditulis bersamaan dengan penyusunan kurikulum sehingga kurang pada relevensi di antara keduanya (Sihaan, 1987:1). Hal ini juga menunjukan bahwa penyusunan buku pelajaran bahasa Indonesia selama ini belum menggunakan sampel bahasa yang seharusnya bersifat kontekstual, baik yang berhubungan dengan nilai historis, sosial, budaya, maupun nilai-nilai kemanusiaan.
Solusi dapat ditawarkan untuk memperbaiki pembelajaran aspek kebahasaan di antaranya sebagai berikut:
11. Meningkatkan kompetensi guru SD
Kompetensi guru SD yang harus ditingkatkan terutama kompetensi dalam hal-hal berikut:
a2. Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa.
b3. Memahami hakekat bahasa dan memperoleh bahasa
c4. Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa
d5. Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Dengan kompetensi tersebut diharapkan guru SD dapat melaksanakan pembelajaran aspek kebahasaan sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa terutama dalam hal membetulkan kesalahan bahasa pada siswa karena aspek kebahasaan diajarkan hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa. Jika bahasa siswa dalam situasi resmi menyalahi kaidah bahasa, guru barulah “menyadarkan “ siswa tentang kesalahan yang diperbuat dengan mengajarkan materi kebahasaan sesuai dengan kesalahan bahasa siswa. Sebaliknya, jika bahasa siswa dalam situasi tidak resmi menyalahi kaidah bahasa, guru tidak perlu membahas materi kebahasaan tersebut. Jadi, materi kebahasaan diajarkan kepada siswa sesuai dengan jenis kesalahan bahasa yang diperkuat siswa terutama dalam penggambaran situasi berbahasa resmi. Dengan kata lain, aspek kebahasaan baru diperlukan untuk dibahas ketika guru menemukan kesalahan berbahasa pada siswa, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
2. Menyusun buku ajar kebahasaan berdasarkan kesalahan bahasa siswa
Buku ajar berdasarkan kesalahan bahasa siswa ini tentu saja disusun berdasarkan penelitian terhadap kesalahan bahasa siswa terutama terkait dengan ketrampilan berbahasa nyata terutama ketrampilan produktif (berbicara dan menulis) dalam situasi resmi yang menuntut penggunaan bahasa normatif, bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
3. Mengadakan penelitian tentang perkembangan grametika bahasa Indonesia anak usia sekolah
Hasil penelitian tentang perkembangan gramatika bahasa Indonesia anak usia sekolah ini sangat penting sebagai pedoman bagi perancang buku atau guru dalam menyiapkan materi dan tugas kebahasaan sehingga materi dan tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan siswa.
Post A Comment:
0 comments: